Detail Opini Guru

Opini / Guru / Detail Opini Guru

Sang Pahlawan

Admin Senin, 27 November 2023 10:27 WIB 0 Komentar

Pak Guru datang … Pak Guru datang. Terdengar suara teriakan Yoni dari arah pinggir dermaga.Mendengar suara Yoni,  Bakso ikan yang tinggal separuh ditusukan satenya dengan cepat Sodik habiskan. Dia ikut berlari bersama teman-temannya. Deburan ombak memecah karang-karang di pinggir pantai, tak dihiraukannya baju yang basah kena tempias air laut. Sodik merangsek maju untuk menyambut perahu Pak Guru. Terdengar suara mesin motor  memekakkan telinga pertanda perahu semakin dekat. Di kanan kiriku Yoni dan Akbar tersenyum gembira sambil memegang es sirup. Duduk diantara bebatuan Heri dan Nurlela sambil mencangklong tas merah yang warnanya sudah pudar. Angin laut yang dingin tak cukup membuat mereka menggigil karena hati terasa hangat.

            Satu persatu penumpang turun dari perahu motor yang sudah bersandar, tas dan kardus-kardus oleh-oleh yang mereka bawa pun satu persatu diturunkan. Nampak kuli-kuli pengangkut turun naik membantu para penumpang menurunkan barang-barangnya. Pak Soleh Guru sekaligus Kepala Sekolah mereka  yang mengajak mereka ke dermaga untuk menjemput pak guru baru tampak berdiri dengan tegak di atas dermaga. Matanya tak berkedip menatap satu persatu penumpang yang turun. Mereka belum mengenalnya termasuk Pak Soleh yang hanya tau lewat foto. Berdasarkan wajah dari foto tersebut mereka menunggu untuk menjemput.

            Sodik melihat dari arah yang disebut pintu karena hanya berupa pembatas seperti pagar,  dari arah sana mereka keluar. Terlihat  seorang lelaki dengan kemeja putih bersih, celana hitamnya  rapi bekas setrika namun sedikit kisut dibagian belakang karena lamanya perjalanan  , rambutnya klimis karena minyak rambut tak bergeming diterpa angin laut yang kencang. Perawakannya yang gagah juga wajahnya yang cukup tampan tak membuat nyalinya ciut untuk meggulung celana, melepas kaos kaki dan turun dari atas perahu mesin. Badannya sedikit doyong karena perahu yang terus bergerak diayun ombak. Tangannya dengan cekatan memegang erat pinggiran perahu.. Sodik langsung teringat pada foto yang ditunjukkan Pak Soleh. Dengan lantang dia berteriak “Pak Soleeehh …itu pak guru kita. Semua orang memandang ke arah telunjuk Sodik. Perlahan Lelaki itu turun dan Pak Soleh menyambutnya dengan berjabat tangan. Sodik, Nurlela, Yoni, Akbar dan anak-anak yang lain berhamburan untuk mencium tangan pak guru baru. Mereka bergegas meraih tas, serta barang-barang bawaan pak guru tanpa diminta. Tubuh-tubuh kecil mereka tampak bersusah payah mengangkat tas yang cukup berat berisi pakaian dan keperluan pak guru. Guru baru yang masih muda Itu terlihat bersemangat, tanpa segan menempelkan telapak kaki di atas pasir pantai pulau Pajangan sambil sesekali melompat menghindari karang-karang  sambil menenteng sepatunya yang mengkilap kena terik matahari.

            Pick up angkutan penumpang sudah berjejer menunggu. Salah satu sopir yang sudah dicarter melongokkan kepalanya dari balik kemudi. "Mari Pak".  Pak Soleh menyilakan Pak Guru baru untuk duduk di depan.. Setelah itu barulah mereka naik di belakang bergantian. “Haduhh!!!” Yoni meringis kesakitan. “Oh maaf tak sengaja, Akbar nyengir kuda memperlihatkan Giginya yang renggang. Dengan cepat kakinya yang menginjak sepatu Yoni diangkatnya. Sepatu Yoni yang sudah bolong depan tampak jempolnya mengintip dengan merana. Perlahan pick up melaju. Kanan kiri jalan yang terlihat hanya laut. Jalan aspalan yang hanya tersisa batu membuat debu beterbangan dan  sesak pada rongga paru-paru. Suhu panas dan angin laut yang dingin adalah perpaduan hawa yang kontras membuat kulit masyarakat pajangan legam dan bersisik. Begitu pula anak-anak kecil yang berjejer rapi sambil terkantuk-kantuk menikmati perjalanan.  Mereka sangat gembira, jalan yang terjal dan membuat mual  tidak  dirasakan.  Dua puluh  menit perjalanan terlihat sangat jauh karena sopir mengemudi dengan sangat hati-hati. Terlihat gerbang sekolah  dan plang tulisan nama sekolah yang catnya sudah mengelupas. Mereka  turun satu persatu. Pak Guru baru yang katanya bernama Pak Andi adalah guru PPPK yang diangkat dan ditempatkan di Sekolah Dasar Pajangan. Sekolah yang terletak di sebuah pulau utara pulau Sapudi. Pulau kecil dengan jumlah penduduk hanya 55 KK merupakan  salah satu  kepulauan yang tercatatdi  kabupaten Sumenep desa Nong Gunong Sapudi. Sebuah kampung yang akan gelap gulita jika adzan maghrib mulai berkumandang, berganti lampu-lampu petromaks sebagai penerangan. Jumlah penduduk yang hanya satu kampung inipun diisi oleh orang-orang yang sudah berumur di atas empat puluh lima tahun dan anak-anak kecil yang dititipkan pada nenek dan kakeknya. Para remaja dan orang dewasa merantau ke luar pulau untuk mencari kerja. Sedangkan mereka yang masih menetap bermata pencaharian sebagai nelayan.

 Pak Soleh memanggil Sodik untuk mengantar pak Andi ke ruang guru. Karena Pak Soleh akan ke toilet, sebenarnya bukan toilet sih hanya sebuah jamban yang ditutup dengan penutup seadanya dan air yang agak asin sebagai cebok. “Selamat datang di sekolah kami Pak.” Sodik menatap pak Andi. Pak Andi tersenyum kemudian mengelus rambut Sodik. ‘Terimakasih Nak.”

”Pak Andi Ingin berjalan-jalan melihat-lihat sekolah kalian.”

”Mari Pak saya antar.”

Ruangan yang baru saja disinggahi disebut ruang guru merangkap ruang Kepala Sekolah. Warna catnya hijau tapi sudah mengelupas sana sini, bahkan tampak tembok yang berguguran semennya karena sudah lapuk. Ruang kelasnya hanya terdiri dari tiga kelas, tetapi yang ditempati hanya satu karena jumlah siswa yang hanya tiga belas  orang. Sodik menjelaskan satu persatu ruangan dan bercerita tentang sekolahnya dengan bersemangat, dan Pak Andi sambil mengangguk-angguk mendengarkan dengan penuh perhatian. Bel sekolah yang tergantung di depan ruang guru tetap mengeluarkan suara yang nyaring walaupun besinya sudah berkarat. Di tengah lapangan terlihat bendera merah putih berkibar dengan gagah nampaknya hanya bendera itu yang terlihat masih baru, diantara benda-benda lain di sekolah ini.

Yoni dan kawan-kawan berlari menghampiri pak Andi dan Sodik yang bercakap-cakap, di baris belakang Nurlela terengah-engah mengikuti langkah kaki temannya karena badannya yang besar. “Pak, nanti sore kita akan ke laut. Pak Andi mau ikut dengan kami?” Pak Andi memandang wajah-wajah polos dengan mata berbinar-binar mengharap jawabannya. Dengan mantap Pak Andi menganggukkan kepala. “Horeee ,,, mereka berlari dengan gembira sambil mengayunkan tangan tos di udara  “Jam tiga sore kita jemput ya paaakk, teriakan lantang Akbar penuh harapan.

Adzan ashar baru saja selesai berkumandang, Pak Andi baru saja menuntaskan salatnya ketika terdengar suara ketukan pelan di pintu rumah kos yang  ditempati pak Andi selama mengajar di kepulauan Pajangan ini. “Assalamualaikum”. “Waalaikum salam, pak Andi menjawab salam tersebut sembari membuka pintu. Nampak wajah empat orang anak lelaki dengan wajah malu-malu. Mereka mengenakan kaos lusuh dengan sepatu sekolah. Salah satu dari mereka membawa bola plastik. Pak Andi memandang wajah anak tersebut. “Tadi pagi Bapak tidak melihat kamu?”

“Siapa nama kamu?’ tanya pak Andi pada anak si pemegang bola. Dengan tersipu anak kecil itu menjawab, “Saya Rahmat Pak, tadi pagi saya membantu ayah menjaring ikan. Jadi saya tidak ke sekolah Pak”.

“Ooh”. Pak Andi mengangguk-anggukkan kepalanya.

 “Baik sore ini pak Andi akan diajak bermain di mana nih?”

‘Kita akan bermain di pinggir pantai di belakang rumah Yoni Pak, letaknya tidak jauh dari sini.” Sodik menjawab dengan tegas. Terlihat sekali dia pemimpin mereka.

            Mereka berjalan menyusuri jalan berbatu melewati rumah-rumah warga .Pak Andi sesekali tersenyum membalas sapaan warga. Tidak sampai tujuh menit mereka berjalan, dari kejauhan terdengar suara deburan ombak. “Kita hampir sampai pak”, Akbar menggandeng pak Andi sambil melompat-lompat.” Sesampainya di pinggir pantai telah berkumpul juga beberapa anak kecil lelaki dan perempuan. Beberapa sudah Pak Andi kenal tadi pagi dan beberapa lainnya belum. Pak Andi memberikan pengarahan sebelum mereka bermain bola. Mereka sangat antusias mendengarkan. Permainan dimulai. Dengan semangat Sodik sebagai ketua regu merah dan Akbar sebagai ketua regu hijau mengarahkan teman-temannya. Pak Andi memberi semangat dengan teriakan dan tepuk tangan. Guru muda tersebut lupa dengan tempat tidurnya yang empuk dan gemerlapnya lampu kota.  Di tempat terpisah yang tidak terlalu jauh dari mereka Nampak ibu-ibu dan balita yang mandi dan melepaskan hajat di pinggir pantai sebagai rutinitas sore. Hal yang biasa, karena jamban hanya untuk orang-orang berpunya.  Hari mulai gelap pertanda segera maghrib. Permainan berakhir dengan dimenangkan oleh regu hijau 3-1. “Besok sore kita bermain bola lagi Pak?’seru Rahmat. “Besok sore kita akan bermain tebak angka dengan penjumlahan dan pengurangan di atas pasir. Siapa yang bisa menjawab sebelum terhapus ombak akan pak Andi beri hadiah”.

“Saya boleh ikut Pak?” Fatimah mengacungkan jarinya. Pak Andi menoleh sambil menjawab, “Tentu saja boleh.”

“Permainan ini untuk anak lelaki dan perempuan. “Baiklah karena hari sudah sore mari kita pulang, karena sebentar lagi kalian harus bersiap-siap mengaji ke musala. “

“Siaappp pak guru”. Dengan serempak mereka menjawab.

. Mereka berjalan beriringan, hati mereka tak sabar menunggu hari esok. Beberapa orang pulang lebih dulu karena rumah mereka dilewati dan beberapa lainnya mengantar pak Andi pulang sampai rumah. Sesampainya di depan rumah, terlihat seorang ibu yang menggendong bayi menjinjing tas plastik . Meliihat pak Andi datang ibu tersebut tergopoh-gopoh memberikan plastik hitam ditangannya sambal berkata. “Ini Pak guru sedikit ikan hasil dari memancing ayah Sodik tadi sore.Si Ibu menoleh pada Sodik” Ayo pulang bersama ibu.” Sodik memandang pak Andi. “Saya pamit dulu Pak.” Anak-anak yang lain menyusul berpamitan.”Pak Andi menahan ibu Sodik sebentar untuk mengucapkan terimakasih sebelum menjawab salam anak-anak. “Terimakasih bu ikannya,  lain kali kita makan bersama-sama.. Baik anak-anak sampai berjumpa besok pagi di sekolah. Suara Pak Andi memecah keheningan. “Assalamualaikum Pak.”

“Waalaikum salam.” Jawab pak Andi.

 Mereka berlarian sambil melambaikan tangan. Dari kejauhan pak Andi membalas lambaian mereka. Bagi anak-anak SD Pajangan Pak Andi adalah seorang pahlawan. Bukan hanya Pahlawan tanpa tanda jasa sebagai guru, tapi Pak Andi adalah pahlawan bagi masa depan dan di hati mereka,  sebagai seorang guru muda yang mau mengabdikan dirinya menjadi pendidik di kepulauan kecil ini.

Sembari  menutup pintu rumah ingatan Pak Andi kembali pada saat dirinya menerima SK. Tak dapat dipungkiri SK PPPK yang sangat didambakan sudah di tangan. Ucapan selamat dari teman sejawat membuat rasa bangga membuncah di dada, tapi tangannya sedikit gemetar ketika dia tahu bahwa dia akan ditempatkan di kepulauan Pajangan. Jauh dari kehidupan nyaman yang dirasakannya selama ini di sekolah favorit walaupun statusnya hanya pegawai honorer. Segalanya akan dimulai dari sini, kisah panjang sebuah pengabdian. Tapi dia yakin semua akan menjadi luar biasa ketika  yang dilakukannya bernilai ibadah. Sayup terdengar adzan maghrib dari musala di sudut kampung. Hatinya telah terpaut di sini..Di kepulauan Pajangan.

Penulis Vidi Ratnasari

Guru SMAN 1 Panarukan

Ig : vidiratnasari29

Fb :  Vidi Ratnasari

Email : ratnasarividi@mail.com


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru